Pasti anda pernah mendengar tentang
manusia serigala, entah itu dari cerita-cerita film atau dari media
massa yang mengupas tentang keberadaan nakhluk ini. Tetapi percayakah
anda kalau manusia serigala itu ada? Berikut ini ada fakta-fakta menarik
tentang keberadaan manusia serigala. Seorang sejarawan Yunani dari
abad V SM yang bernama Herodotus, mengatakan bahwa pada sekitar 2.400
tahun lalu, penduduk di daerah yang sekarang bernama Lithuania dan
Polandia, mengaku berubah menjadi manusia serigala selama beberapa hari
dalam setahun.
Baru di abad 1 SM Virgil sebagai
penulis Latin yang pertama kali menyebut-nyebut soal takhayul ini,
kemudian diikuti oleh Propertius, Servius, dan Petronius. Petronius yang
kepala urusan hiburan zaman pemerintahan Kaisar Nero (54 – 68) bertutur
tentang manusia serigala dalam bentuk sastra roman Satyricon. Dengan
bumbu terang bulan, pekuburan, dan luka abadi setelah kembali jadi
manusia, membuat roman itu sebagai bacaan hiburan.
Sebagian tradisi Roma dan Yunani
menganggap manusia berubah jadi serigala sebagai hukuman dewa, karena ia
telah mempersembahkan korban berupa manusia, ujar Pliny (61 – 113).
Meski baru abad XVIII kisah tentang manusia serigala diterbitkan, bukan
berarti orang berkurang minat terhadap manusia serigala. Justru
kepercayaan itu demikian kuat, bahkan sering diterima sebagai kebenaran,
bukan fiksi. Menurut kepercayaan lama ada tiga macam manusia serigala.
Pertama, yang memperolah kemampuan itu melalui keturunan. Konon, kutukan
terhadap nenek moyang menjadikan setiap keturunannya menjadi manusia
serigala. Kedua, orang yang dengan sukarela jadi serigala dengan alasan
dan tujuan jahat. Sedangkan yang terakhir adalah manusia serigala
berhati lembut dan baik. Kondisinya yang tidak lazim, malah membuatnya
merasa malu.
Sebenarnya, transformasi sering
dilakukan oleh dukun-dukun suku tertentu dengan tujuan baik untuk
mengatasi masalah di kelompoknya. Saat langka makanan, misalnya, si
dukun bisa saja berubah ujud menjadi binatang jadi-jadian serupa makhluk
yang akan diburu, supaya lebih mudah melacak buruan itu. Ada juga yang
tidak berubah ujud tetapi meminjam tubuh binatang untuk memata-matai,
menyantet, atau sekadar menakut-nakuti musuh.
Kasus manusia serigala yang
mencolok terjadi di Prancis, awal abad XVII. Adalah Jean Grenier (13)
yang merasa yakin dirinya manusia serigala. Di pengadilan Bordeaux,
Grenier mengaku, 2 tahun sebelumnya membuat perjanjian dengan setan di
hutan. Dengan kulit serigala yang menurut pengakuannya pemberian setan,
tiap malam ia bisa berkeliaran sebagai serigala, namun di siang hari
kembali ke bentuk manusia. Ia telah membunuh dan memangsa beberapa anak
kecil yang sendirian di ladang, juga menculik bayi yang ditinggal di
rumah.
Sejauh menyangkut perilaku
kanibalisme, penyelidikan menunjukkan kebenaran pengakuannya. Namun dari
sudut kedokteran, remaja ini digolongkan penderita lycanthropy.
Kelainan jiwa ini menyebabkannya berkhayal tubuhnya berubah bentuk
menjadi hewan. Menilik usianya yang masih belia, Grenier cuma dihukum
kurungan seumur hidup di Biara Fransiskan, Bordeaux.
Perubahan Grenier dengan
menyamar di bawah kulit serigala serupa dengan cara transformasi manusia
beruang di Skandinavia yang menggunakan kulit beruang. Selain kulit
binatang, konon ada alat lain, yaitu korset. Ada yang terbuat dari kulit
asli binatang, ada yang dari kulit manusia yang dihukum gantung. Dua
alat itu banyak dipakai di Prancis, Jerman, Skandinavia, dan beberapa
negara Eropa Timur. “Benda sakti” lainnya adalah salep khusus berisi
ramuan dari kelompok tanaman solanaceae yang membangkitkan halusinasi.
Selain itu ada lagi alat dan
cara untuk bertransformasi yang berupa jimat, ramuan, dan mantera
pemujaan pada iblis. Khusus pemakaian jimat, justru orang di sekitar si
pemakai yang terpengaruh seakan melihat manusia serigala, padahal si
pelaku tidak berubah. Di luar saat bulan purnama, perubahan sering
terjadi spontan dan lepas dari kendali pelakunya.
Penampilan si pelaku yang
menakutkan, tindak kejahatannya yang mengerikan, dan terutama karena
kengerian terhadap kekuatan setan, membuat manusia serigala jadi obyek
yang harus diburu dan dimusnahkan. Penghukuman terhadap mereka terjadi
di hampir sepanjang sejarah di Eropa. Malah pelaku kejahatan apa pun
dengan mudahnya dapat dijuluki manusia serigala.
Pembunuhan massal sering disebut
akibat kejahatan serigala. Seperti yang menimpa Peter Stubbe di tahun
1590 (ada yang menyebut Peter Stump di tahun 1589) dari Bedburg, dekat
Cologne. Ia dituduh sebagai serigala yang kanibal setidaknya pada 2
pria, 2 wanita hamil, dan 13 kanak-kanak, dan inses dengan adik
perempuannya.
Hukuman yang diterimanya luar
biasa. Setelah dicabik-cabik dengan penjepit, dilindas roda, dipancung,
akhirnya tubuh tanpa kepala itu dibakar. Hukuman bakar hidup-hidup juga
diberlakukan untuk gundik dan anak perempuannya. Di Prancis dan Jerman,
manusia serigala biasanya memang dibakar atau digantung. Seperti yang
terjadi terhadap lebih dari 200 laki-laki dan perempuan Pirenea (antara
Prancis dan Spanyol) di seputar abad XVI, karena diduga manusia
serigala.
Menurut Elton B. McNeil dalam
The Psychoses (1970), demam berburu manusia serigala bisa disamakan
dengan perburuan terhadap penyihir. Secara kejiwaan mereka yakin, orang
akan diberkati bila mampu menangkap pelayan atau sekutu iblis. Tak
heran, saat itu di Prancis banyak ditemukan manusia serigala kagetan.
Dalam satu periode – antara 1520 – 1630 – di Prancis tercatat 30.000
kasus manusia serigala.
Ada beberapa patokan untuk
menentukan apakah seekor serigala jadi-jadian atau tidak. Konon, manusia
serigala akan mempertahankan suara dan mata manusianya. Sedangkan
menurut suku Indian, yang berubah jadi serigala hanya bagian kepala,
tangan, dan kaki. Dalam wujud manusia, ada beberapa ciri khas yang
membedakannya dengan manusia biasa. Dua ujung alisnya saling bertemu di
tengah, jari-jari tangannya yang panjang agak kemerahan, dengan jari
tengah yang sangat panjang. Selain telinganya agak ke bawah dan sedikit
ke belakang, tangan dan kakinya cenderung berbulu lebat.
Rasa takut terhadap manusia
serigala lebih mudah dipahami dengan mengetahui alasan takut terhadap
serigala. Sebelum abad XX di Eropa dan Asia Utara, serigala dianggap
binatang paling cerdik yang berbahaya bagi manusia dan ternak. Apalagi
bila serigala itu gila. Cukup sekali gigit korbannya bisa tewas
mengerikan. Sampai-sampai ada institusi pemerintah Prancis yang khusus
mengontrol serigala, paling tidak sejak pemerintahan Charlemagne (768 –
814), hingga abad ini.
Di Eropa pada abad pertengahan,
serigala terkadang digantung bersebelahan dengan pelaku kejahatan di
tiang gantungan, sebagai simbol ditaklukkannya kejahatan. Serigala
pernah jadi masalah serius Irlandia abad XVII, sehingga sepotong kepala
serigala sama nilai hadiahnya dengan kepala pemberontak. Pemahaman
terhadap manusia serigala memasuki era baru menyusul keputusan terhadap
Jean Grenier. Hakim-hakim di masa itu tidak mungkin lagi mengabaikan
“koor” pendapat para dokter, yang yakin manusia serigala sebenarnya
adalah penderita berbagai jenis dan tingkatan gangguan jiwa. Meski
dokter Alfonso Ponce de Santa dari Spanyol masih menyebutnya sebagai
gejala kemurungan jiwa akibat cairan tertentu yang dihasilkan empedu,
yang diduganya telah menyerang otak.
Maka dibedakan antara makhluk mitos manusia serigala dan penderita kejiwaan (lycanthrope).
Lycanthropy berakar dari kata Yunani lycos artinya serigala dan anthropos atau manusia. Meski ada yang menyebut secara berbeda. Robert Burton dalam buku pengobatan klasik The Anatomy of Melancholy
(1621) misalnya, menggunakan istilah kegilaan terhadap serigala.
Mula-mula lycanthrope dipakai untuk menggambarkan fenomena kuno berupa
kemampuan orang bermetamorfosis jadi binatang. Namun lama-lama istilah
itu diaplikasikan khusus untuk orang yang di alam subnormal yakin mampu
berubah bentuk. Keyakinan itu dikuatkan dengan dorongan bersikap sadis
dan obsesi terhadap darah dan daging yang terus bertahan dari waktu ke
waktu di berbagai tempat – bahkan di negara beradab. Selera terhadap
daging manusia itulah yang mengubah manusia menjadi monster. Namun
secara nyata penderita lycanthrope tidak pernah berubah bentuk, suara,
dan perilaku menjadi serigala.
Mengenai penampilannya yang
tetap manusia, pada abad XV – XVI penderita lycanthrope berkilah, bahwa
bulu-bulu mereka tumbuh di bawah kulit. Seperti yang terjadi di Padua,
Spanyol, tahun 1541, ketika seorang petani dengan keji membunuh dan
mengoyak-ngoyak tubuh beberapa orang korbannya. Saat tertangkap, ia
mengaku sebagai serigala meski secara fisik tidak berujud binatang. Itu
tak lain karena bulu-bulunya tersembunyi di bawah, bukan di atas, kulit.
Untuk membuktikan ucapannya, penduduk segera memotong lengan dan
kakinya. Alhasil, kecewa yang didapat, yang ada cuma darah, otot, dan
tulang biasa.
Malah dalam buku klasik tentang sadisme, masokisme, dan lycanthropy Man into Wolf,
antropolog Inggris Dr. Robert Eisler menyebut kemungkinan Adolf Hitler
sebagai penderita lycanthropy. Ia merujuk pada kesaksian bagaimana sang
Fuhrer memiliki kebiasaan menggigit karpet saat mengamuk. Sedangkan
manusia serigala adalah orang yang dengan kekuatan sihir atau mantera
khusus dipercaya mampu mengubah diri menjadi serigala. Ia benar-benar
serupa serigala baik keganasan, kekuatan, kelicikan, dan kecepatan
larinya. Ia bisa bertahan dalam kondisi itu selama beberapa jam saja
atau bahkan permanen.
Pendapat yang menguatkan
keberadaan manusia serigala didukung oleh spiritualis Rose Gladden
dengan dasar pemikiran perjalanan astral. “Katakanlah ada orang yang
pada dasarnya jahat, suka dengan hal-hal yang mengerikan. Saat ia
melakukan perjalanan astral, roh jahat yang banyak berkeliaran bebas di
udara akan menangkap, mengubahnya menjadi serigala atau binatang
lainnya, dan memanfaatkannya untuk tujuan keji.”
0 komentar:
Posting Komentar